Cerpen : Dalam Diam (2)
Aku langsung bangun dan duduk di kasurku. Memejamkan mata, menarik nafas panjang, mengumpulkan nyawa untuk membalas pesannya. Memastikan juga bahwa papaku tidak akan terbangun karena suara apapun yang aku hasilkan. “Udah sih Dik, cuma gw kebangun nih.” “Gw telpon lo boleh?” “Ok Dik, telpon aja.” Aku menarik nafas panjang. Setengah satu pagi bukan waktu yang pas sepertinya untuk membahas hal-hal yang berat. Tapi aku pun tidak sanggup kalau disuruh menahan sehari lagi tanpa tau apa isi pikiran Dika ketika membaca suratku. Tiba-tiba layar HP-ku menyala dan terlihat nama Dika diatas. “Hai Dik” “La..udah tidur yah? Sorry ya gw telpon lo malem-malem. Bukan malem lagi ini malah ya, subuh. Gpp kan?” “Hahaha..iya gpp Dik. Lo seharian diluar juga kayaknya ya.” Aku berbicara dengan suara pelan. “Iya La..gw baru balik tadi jam ½ 10an. Cape banget gw..” “Mm…” Aku hanya bergumam. Ada keheningan sesaat. Aku tidak ingin mengambil alih dan mengarahkan pembicaraan ini. Walaupun sejuj...