Toxic Positivity

"Don't be so negative!" 

"Coba liat sisi positifnya aja"

"Lo pasti bisa ngelewatin ini"

"Udahlah, ga usah sedih"

Familiar sama kata-kata ini? Pernah dapet? Atau pernah ngomong gini ke orang-orang di sekeliling kita? Well, saya rasa sih kita semua pernah ya ngungkapin ini ke orang-orang di sekitar kita. Mungkin tanpa sengaja, lagi ga tau mau ngomong apa dan terciptalah kata-kata ini, yang paling mudah untuk diucapkan ketika ga tau mau ngomong apa.

Loh, tapi bukannya kata-kata itu bisa menghibur orang ya? 

Hmm..belum tentu.

Saya pakai contoh saya ya. My ex, orangnya sangat positif sekali, and that's good. Saking positif-nya, dia punya prinsip gini, "Marah itu cuma boleh 5 menit". Sampai suatu kali, saya curhat ke dia masalah orangtua murid yang untuk kesekian kalinya ga ngabarin kalau anaknya ga bisa les, padahal saya sudah dijalan atau bahkan sudah sampai di rumahnya. Jarak antara tempat saya dan tempat dia itu antara Harmoni dan Pakubuwono. Jadi kebayang yaaa, misal saya sudah sampai sudirman dan dapat kabar ga bisa les. Atau amit-amit saya sudah sampai di Pakubuwono dan anaknya ga ada di tempat, yang mana ini sering banget. Reaksi emosi yang muncul dalam diri saya pertama kali saat itu adalah marah. Kenapa? Ya kali..sekali dua kali sih gpp yaa digituin, tapi ini udah berkali-kali. Kesallah saya, dan curhat. Tanggapannya? Tentu saja positif "Sabar ya..udahlah, ga usah marah".

Sebagai orang yang lagi marah, dibilang "Udahlah ga usah marah", reaksi berikutnya? Saya tambah marah. Hahaha...it's human. Mungkin maksud dia baik, saya tau. Setiap orang yang memberi penghiburan itu niatnya baik, ga ada yang ga baik. Tapi sayangnya ga sesuai dengan kondisi si penerima kata-kata saat itu. Malah justru memperburuk. Makanya, kata "empati" itu adalah kata tersulit yang perlu dilatih, bukan cuma oleh konselor/psikolog, tapi oleh masing-masing dari kita. Put yourself in someone else's shoes.

Mudah? Tentu tidak. Tapi bukan berarti tidak mungkin. Terus caranya gimana?

Sebelum kesana, mari kita lihat dulu sebenernya apa sih yang disebut Toxic Positivity. 

Excessive and ineffective overgeneralization of a happy, optimistic state across all situations.

Kata kuncinya ada di kata "Overgeneralization". Jadi bisa dibilang begini :

1. Kita maunya secara cepat, dalam semua konteks dan semua waktu, seseorang itu positif. 

2. Kita mau perasaan yang tadinya buruk, cepat-cepat membaik, "Ambil hikmahnya aja", "Kamu harusnya bersyukur"

3. Hasilnya? Kata ineffective diatas. Denial, minimization, and invalidation of the authentic human emotional experience. Semua perasaan selain perasaan senang di deny, diabaikan, dan disangkal. "Kamu ga boleh ngerasa begitu".

So, gimana caranya supaya ketika orang lain curhat, kita ga ngasih kata-kata seperti ini? Saya akan coba bahas dari sisi yang sedang dicurhatin dan dari sisi yang mau curhat ke orang ya.

Buat yang dicurhatin, kita punya kondisi pribadi kita masing-masing. Kadang kita lagi ada dalam kondisi yang ga prima, entah sibuk kah, lelah, cape, lagi banyak kerjaan, atau bisa simply lagi ga ada tenaga aja buat dengerin cerita orang. Dibanding kita paksain dan hanya bisa bilang kata-kata penghiburan seperti diatas, ada baiknya kita sampaikan bahwa kita lagi dalam kondisi ga siap, dibanding kita hilang atau ga menanggapi. Kita bisa bilang, "Sorry banget, gw saat ini lagi lelah dan lagi punya isu tertentu. Gw tau banget lo butuh didengerin, tapi boleh nggak, kalau kta obrolin ini nanti malam atau besok sore?"

Kita state kondisi kita saat ini dan tawarkan alternatif lain untuk kita bisa lebih atentif mendengarkan cerita dia disaat kondisi kita udah baik dan agak lowong.Dengan begini, kita belajar juga yang namanya set the boundaries. Supaya orang ga nebak-nebak kita dan orang tau batasan kita seberapa.

Lalu setelah kita siap mendengarkan, ketika ingin menanggapi, cobalah untuk memberikan empati. Kita menanggapi perasaan/emosi orang yang lagi cerita ke kita, "Oh, kamu lagi sedih yaa..gw ngerti lo rasanya marah banget yaa diperlakukan seperti itu.". Titik. Jangan tambahin pake kata "tapi"..biarkan dia cerita aja dan kita hanya parafrasekan perasaan dia. Ujungnya? Kalau kita gregetan pengen kasih saran/kita tau harusnya dia nih ga begini dan kita punya solusinya, weits..sabar dulu gengs. Coba kita tanyakan ke dia, "Lo lagi pengen didengerin aja apa dkasih nasehat?". Kalau dia jawab lagi pengen didengerin aja, yaudah. Ga usah kita sok-sokan ngasih nasehat karena dia ga butuh. Dengan begitu, kita menghargai dia juga sebagai pribadi. Banyak-banyaklah belajar nge-rem :) jangan sotoy walaupun kita udah kenal lama atau merasa tau dia.

Kadang ya...kita sulit banget ngerti perasaan orang lain. Saya jadi ingat, dulu pas kuliah S1, saya punya temen yang kalau nonton Sinchan aja bisa nangis. Kebayang ga? Hahahaa..dulu itu jadi bercandaan dia dan kita dalam group, karena segitu sensitif dan pekanya dia dengan cerita-cerita tertentu. Atau misalnya kalau ada anjing temen kita mati, terus dia nangis sampai lebay banget. Kita ga bisa bilang, "Busett deeh, lebay banget anjing mati doank nangisnya sampe segitunya."

Inget ini yaa temen-temen : "Hanya karena kita ga paham, bukan berarti itu ga bener. Hanya karena kita ga bisa merasakan, bukan berarti emosi itu ga valid."

Ga valid buat kita, tapi itu valid buat dia. Jadi kita perlu memberi ruang untuk emosi orang lain. Supaya orang lain itu juga bisa memprosesnya dengan waktunya dia sendiri. Inget cerita diatas tadi tentang my ex? Marah dibatasi 5 menit? Saya sering berdebat masalah ini karena bagi saya it's not works. Kita ga bisa bikin aturan untuk emosi kita. Betul kita bisa mengontrol, namun ada baiknya itu diberi ruang dan bukan disangkal dan abaikan. 

 Buat kita yang lagi mau cerita gimana? 

Terapkan prinsip yang sama. Kita bisa tanya ke orang lain, "Eh, gw mau cerita nih, lo lagi punya energi ga buat dengerin gw? Lo ada waktu ga?".

Ketika saya ingin cerita, biasanya saya akan tanya ke orang tersebut, lagi sibuk ga? Karena kalau dia lagi mengerjakan yang lain atau sibuk, dan kita paksa cerita, biasanya kita akan kesel sendiri kalau cerita kita ga ditanggepin. Jadi mendingan ditanya. Kalau dia sibuk? Yasudah, cari orang lain. Kalau kita mau cerita dan kepepet banget? Carilah psikologi/konselor profesional yang memang udah punya jadwal khusus dengerin cerita-cerita orang :) Tentu yang ini bayar, hehee..karena itu memang kerjaan mereka.

Selamat berjuang menjadi orang yang lebih sehat dalam meresponi segala sesuatu. Mari kita sama-sama belajar. Saya nulis ini bukan karena saya sudah perfect, tapi untuk terus mengingatkan saya dalam perjalanan hidup saya kedepannya.

 

Empathy is a quality of character that can change the world.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hal-Hal Yang Gw Harap Gw Paham Ketika Masih Muda

3 words for 2020