Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

A Messy Christmas

What if Christmas isn't merry? Saya yakin bagi banyak orang, natal tahun ini menjadi natal yang berbeda dan unik dari tahun-tahun sebelumnya. Seperti biasa, saya mencoba untuk menulis tiap tahun menjelang natal dan mencari makna natal secara personal untuk saya pribadi. Tahun ini menjadi tahun yang bisa dibilang unik.  Kalau kita melihat kondisi dunia sekarang di tengah pandemi, tentu buat beberapa orang natal menjadi suatu hal yang mungkin sulit untuk dirasakan sukacitanya. Beberapa kehilangan orang-orang terdekatnya ditahun ini, mungkin ada yang stuck tidak bisa pulang kampung untuk bertemu dengan keluarga, beberapa tidak bisa bertahan dalam keluarga yang utuh dalam kondisi pandemi, orangtua bercerai menyisakan keluarga yang hancur di tahun ini, mungkin ada yang mendapat kabar bahwa dirinya positif covid, dokter-dokter di RS pun mungkin selalu dalam kondisi was-was, setiap hari mendengar ada yang meninggal, atau sekedar kita tidak bisa berpelukan berbagi sukacita natal ke orang-

3 words for 2020

Gambar
2020 udah hampir selesai. Apa yang terlintas dalam benak kalian ketika denger tahun 2020? Ga berasa banget ya tahun ini? :) saya pun ketika mencoba nulis ini dan melihat mundur hidup saya di tahun ini kayak dalam hati, "Wow, cepet banget ya.." Saking ga berasanya karena pandemi sejak bulan Maret akhir melanda dan hanya bisa di rumah aja. Beberapa bulan lalu, ada seseorang yang melontarkan pertanyaan kepada saya, "Describe 2020 in 3 words, Nda." Saat itu, tanpa pikir panjang, saya langsung menjawab, "Crazy, unpredictable, ups and down." 3 kata ini meluncur gitu aja. Kalau kalian baca blog saya di awal-awal tahun ini bahkan saya sempet bilang " 2020, i hate you, but.. " Tapi di penghujung tahun ini, 3 kata saya tentang 2020 ternyata berubah. Saya ga pernah kebayang juga bakal belajar banyaakkkk banget di tahun 2020 ini. Asli...2020 ini luar biasa buat saya pribadi, terlepas kehilangan-kehilangan yang sudah saya sebutkan di blog sebelumnya. At least

20 tahun yang lalu

Gambar
Saat itu saya masih kelas 6 SD, hahaha..kecil banget ya. Tapi justru dititik inilah perjalanan naik turun hidup saya dimulai. Saya baru sadar, berarti saya sudah di Jakarta selama 20 tahun :) Bagi sebagian orang, Jakarta itu kota yang keras. Ada ungkapan : lebih kejam ibu kota daripada ibu tiri katanya, hahaha..buat saya saat itu yang masih belum terpapar besarnya kota metropolitan, saya clueless ketika tiba-tiba saja saya harus pindah ke kota besar ini. Mau tau ga kenapa saya akhirnya mau pindah? Cerita yang kalau saya dan kakak-kakak saya bahas lagi, pasti mereka ketawain saya sampai puas. Hahaha... Jadi sebelum di Jakarta, saya tinggal di Surabaya. Sama-sama kota besar sih, tapi beda aja gitu culture dan tipe orang-orangnya. Saat itu kelas 6 pertengahan dan papa saya dipindah tugas dari kantornya untuk pergi ke Jakarta. Mau ga mau, kami sekeluarga harus ikut. Awalnya saya ga mau, saya menentang habis-habisan ketika harus pindah ke Jakarta. Mungkin karena saat itu saya sudah punya te

Toxic Positivity

"Don't be so negative!"  "Coba liat sisi positifnya aja" "Lo pasti bisa ngelewatin ini" "Udahlah, ga usah sedih" Familiar sama kata-kata ini? Pernah dapet? Atau pernah ngomong gini ke orang-orang di sekeliling kita? Well, saya rasa sih kita semua pernah ya ngungkapin ini ke orang-orang di sekitar kita. Mungkin tanpa sengaja, lagi ga tau mau ngomong apa dan terciptalah kata-kata ini, yang paling mudah untuk diucapkan ketika ga tau mau ngomong apa. Loh, tapi bukannya kata-kata itu bisa menghibur orang ya?  Hmm..belum tentu. Saya pakai contoh saya ya. My ex, orangnya sangat positif sekali, and that's good. Saking positif-nya, dia punya prinsip gini, "Marah itu cuma boleh 5 menit". Sampai suatu kali, saya curhat ke dia masalah orangtua murid yang untuk kesekian kalinya ga ngabarin kalau anaknya ga bisa les, padahal saya sudah dijalan atau bahkan sudah sampai di rumahnya. Jarak antara tempat saya dan tempat dia itu antara Harmoni da

My Healing Journey

Dalam 3 minggu terakhir, seperti biasa saya melakukan project yang sudah saya lakukan rutin dari 2 tahun lalu, yaitu detox social media. Kalau 2 tahun lalu saya melakukan untuk menghindari ngeliat timeline dan story mantan..uupss..hahaha.. (yaaa monmaap, baru putus saat itu, jadi butuh off, hahaha) Tapi mulai tahun kemarin, saya melakukan untuk diri saya sendiri. Tahun lalu saya berhasil 1 bulan ga buka IG dan Twitter sama sekali, tapi tahun ini hanya berhasil selama 3 minggu..hahaha.. Ada yang unik dalam project pribadi saya tahun ini walaupun hanya 3 minggu. Sejak covid yang membuat saya ga bisa kemana-mana dan bebas berpergian kemana pun untuk mencari inspirasi, saya banyak belajar lewat kuliah online gratis di Coursera, dengerin podcast, youtube, baca buku, nonton film, dengerin IG Live..buseett, banyak amat yaa...hahaha...tapiiiii, saya sadar saya lemah di praktek.. Kuliah online dari Yale di Coursera ini sebenarnya setiap minggunya memberikan saya PR untuk dilakukan, tapi

Everyone is Fighting Their Own Battles

"There is a condition to full recovery. It's that you not must try to forcefully erase your wounds. You must embrace, accept, and love them. Each of our wounds become a map for each of our own lives." from korean drama "Fix You". Kata-kata diatas adalah kalimat penutup dari film tersebut. Hehee...seperti biasa saya suka belajar dari film, apalagi yang berhubungan sama psikologi. Kali ini film tentang dunia psikiater beserta kasus-kasusnya. Saya ga mau spoiler, jadi silakan nonton sendiri yaa..hehee.. Selesai nonton film itu, saya kembali melihat diri saya sebagai seorang konselor dan klien-klien yang selama ini pernah saya tangani. Saya rasa kasus pemeran utama perempuan di film ini mirip dengan kasus yang pernah saya tangani. Kasus Borderline.. Gangguan kepribadian dengan kondisi mood yang tidak stabil, perasaan takut diabaikan sehingga melakukan perbuatan yang ekstrem, perilaku impulsive seperti mencoba bunuh diri, melukai diri sendiri, berhubungan inti

Say Hello to Your Inner Child

Gambar
"Your greatest enemy is yourself" Musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri. Familiar dengan kata-kata ini? Banyak quote yang berbicara masalah ini, bahkan ada juga yang mengatakan dengan sebutan "monster". Dalam diri kita masing-masing ada 1 monster dan hanya kita sendiri yang mampu menaklukkannya. Musuh.. Monster.. 2 kata ini jauh sekali dari kesan mudah disentuh dan ramah ya :) Kayaknya berat banget ngadepin yang namanya musuh atau monster ini dan tampak sulit sekali karena bayangan kita akan monster adalah pribadi yang besar dan menakutkan.. Tapi akhir-akhir ini saya mendapati kata yang mungkin lebih baik dan tidak menakutkan dari 2 kata itu. Inner Child   Sweet ya gambarnya? Hahaha..tapi ini bukan lagi mau ngomongin masalah cinta-cintaan ya. Kalau mau ngomongin cinta-cintaan ada sendiri di judul blog "what is love" yang udah sampai part 5. Bentar lagi nyusul drama korea bisa sampai episode 16..hahaha...ga deeh.. Anyway...balik

What is Love? (Part 5)

Entah akan nulis ini sampai part berapa ya..hahaha.. Hidup terus bergerak dan belajar itu adalah tugas kita sampai akhir hidup bukan? :) So, mari kita balik ke topik ini. Tiba-tiba kepikiran sama cerita klien minggu lalu. Dia cerita tentang kedekatannya selama 1 tahun dengan seorang cowok dan sekarang dia sangat takut sekali ketika cowok ini tiba-tiba berubah menjauh. Se-khawatir itu sampai dia ga bisa mengontrol dirinya sendiri untuk stlaking media sosial cowok ini beserta komen2 yang didapat bahkan dia suka minta diramal pake kartu tarot. Okeh, udah mulai aneh? Tunggu dulu...belum selesai ceritanya :) Si cowok ini juga dari cerita klien saya, sangat sulit pisah dengan orang-orang yang ga baik dan cenderung kasihan ketika melihat perempuan model klien saya. Yang gampang sekali breakdown, rapuh, insecure dan panik berkepanjangan. Selama kurang lebih 1 jam saya konseling dia, saya hanya mendengarkan dan sesekali bertanya apa yang dia takutkan sebenarnya. Klien saya bukan tipe ana

Dear 2020, i really hate you...but,...

Dari kemarin pengen banget sebenernya mulai nulis lagi, tapi selalu ditunda-tunda karena belum dapet mood-nya. Tapi sekarang, setelah baca berita ga mengenakkan, it makes me so sad, dan muncullah hasrat buat nulis. Dear 2020, i really really hate you...really..! Dibuka dengan tahun baru banjir besar sampai 3x. Seumur-umur ga pernah ngerasain ngerobok banjir...tapi pembuka tahun ini luar biasa. Satu kali bener-bener menembus banjir sepaha demi keluar dari kepungan yang ga tau kapan surutnya. Rasanya? Pengen marah tapi ga bisa marah juga. Sempat mengumpat kerja dari Gabener tapi saat itu masih bersyukur karena bisa keluar dan balik ke BSD, tidur di tempat yang nyaman. Banjir kedua? Masih bersyukur juga karena lagi ga di kosan dan lagi diluar meeting sama temen. Alhasil nginep di rumah temen hari itu. Sampai banjir yang ketiga, bener-bener dikosan dan bertahan ga kemana-mana. Makan seadanya (untungnya udah stock makanan). Dan ketika udah mulai surut, karena mati lampu akhirnya ngung