Lesson Learned
"Almost relationship teach you a lot
about yourself. They bring out a side of you that you thought never existed.
They put you on the edge sanity and insanity. It's a wild roller coaster ride.
A ride that everyone should try just one time, and never try again."
Ketika membaca kalimat pertama dalam kutipan di atas, saya
langsung mengangguk setuju. Yup, hampir dalam setiap hubungan relasi itu
mengajarkan kepada kita tentang siapa
diri kita sebenarnya.
Well, padahal dalam beberapa blog saya sebelumnya, saya menulis
tentang "What is Love?" sampai part 2, tapi ternyata ketika menghadapi
langsung apa yang namanya romance, semua teori yang saya tau
buyar...hahahaha >.< *jadi malu sendiri*
dan sampailah saya disini...kembali ingin menulis tentang siapa
diri saya, apa yang sedang Tuhan lakukan, apa pelajaran yang Tuhan beri lewat
pengalaman saya, dan apa yang saya bisa pelajari dari semua pengalaman ini.
Dalam hampir setiap pengalaman enak maupun ga enak dalam hidup
saya, saya selalu bertanya kepada Tuhan, "Tuhan...apa yang Tuhan lagi mau
ajarin ke saya?". Tapi kali ini ada yang beda.
Seorang teman berkata saat itu, "Udah...coba lo ambil
positifnya aja Nda dari kejadian ini". Saat saya mendapat kalimat
tersebut, saya beneran ga ngerti, apaaaaa cobaaa positifnyaa...yang ada justru
perasaan marah, ga terima dan pertanyaan-pertanyaan di otak yang bertubi-tubi
datang...saya sama sekali ga bisa menangkap sisi positif dari pengalaman
kedekatan saya dengan seorang pria ini.
Bahkan saya sampai bertanya kepada orang lain untuk membantu saya
dengan pertanyaan "Apa yang bisa saya pelajari untuk kedepannya?".
Saya beneran clueless. Tapiiii...untungnnya teman saya juga tidak menjawab
pertanyaan saya karena dia sendiri juga bingung.
At the end, saya harus kembali bergumul dan bertanya ke
satu-satunya Pribadi yang paling ngerti apa yang terjadi, paling ngerti saya,
dan paling tau kenapa saya mengalami ini.
Dan mungkin ini cara Tuhan...kesekian kalinya...untuk bisa bikin
saya belajar 100% bergantung sama Tuhan dalam hidup ini.
Kenapa saya ga bisa melihat sisi positifnya? Jawabannya
sederhana...karena saya "merasa diri saya benar, dia yang salah",
karena saya "lebih fokus terhadap perasaan negatif yang muncul dalam diri
saya".
Ketika saya sudah bisa dan berani menulis ini, artinya...saya
sudah melalui proses bergumul...menerima bahwa dalam pengalaman ini, saya punya
andil salah.. *well, kelemahan saya adalah mengakui saya salah* hahaha...tapi
dalam hal ini saya bersyukur ke Tuhan sih bahwa saya ga perlu berlama-lama
mengakui bahwa diri saya juga salah.
Ini yang membuat saya ingin menulis...karena ternyata ada yang
berubah dalam diri saya...apa yang berubah? RESPON saya...yup...respon saya
menghadapi situasi ini.
1. Beranilah terluka dalam setiap relasi, karena pasti akan ada
konflik
Ini adalah kata-kata dari salah satu dosen saya...yang saya masih
sangat ingat jelas...
Masalahnya adalah...begitu banyak luka yang ada dalam hati,
sampai-sampai saya ingin menjaga terus hati saya sehingga tidak terluka
lagi...gimana caranya?? Yaahh well...sudah lebih dari 5 tahun, saya ga mau
membiarkan orang lain menyentuh hati saya...saya ga siap terluka...saya menutup
berbagai possibility...sampai akhirnya saya mencoba untuk membuka diri dan
kembali merasakan perasaan sakit hati...rasanya?? Ga enak banget...
Tapiii...jujur harus saya akui, ada yang berbeda dengan respon
saya...ternyata saya menemui diri saya berani untuk terluka...dan ini penting
buat saya...isu dalam diri saya melalui berbagai pengalaman hidup sejak kecil
adalah masalah rejection...that's why saya sangat menjaga diri saya karena
takut terluka..
Apa yang berubah dalam diri saya adalah saya bisa merasakan emosi
sakit hati itu dengan positif...benar-benar merasakan sakitnya dan berani untuk merasakan sakit...
Saya pernah membaca dalam sebuah artikel berbunyi seperti ini :
"So..feel free to feel and know that the pain points to something
beautiful about your God and His undying love for you. And if it doesn't hurt,
it probably should. If you can come in and out of romance without pain or
remorse, something sounds out of sync."
Mungkin memang Tuhan ingin saya kembali merasakan sakit
ini...mengajarkan saya bahwa ini adalah bagian dalam sebuah relasi yang pasti
akan terjadi...mau relasi dalam pertemanan, pasangan, keluarga,
dimanapun...Tuhan tau saya bergumul dengan pengalaman terluka, dan Tuhan
memberikan pengalaman terluka untuk menyembuhkan saya. I'm amaze...amaze sama
cara Tuhan...as always, cara Tuhan selalu unik...ketika saya terluka dan mau
menjaga hati, Tuhan justru kasih luka baru untuk menyembuhkan saya...paradoks
yang akhirnya saya temukan...bagian ini mungkin Tuhan pakai untuk membuat saya
lebih ready dalam berelasi..
Minggu lalu saya sedang menangani salah 1 klien saya. Dia
mengatakan bahwa dia tidak pernah marah. Ketika saya tanya alasannya, dia
menjawab, "Yaaa...aku takut kalau aku marah akan menyakiti mereka."
Seketika itu juga saya menjawab, "Mm...nggak, kamu bukan takut karena hal
itu...apa yang sebenarnya benar-benar kamu takutkan?", "Mungkin aku
takut mereka meninggalkan aku", "Nggak...bukan itu...", "Mm...",
"Sebenarnya...bukan kamu takut menyakiti mereka..bukan..tapi kamu takut kamu
sakit...kamu takut kamu yang terluka"
Dan seketika itu juga, klien saya diam...
...feel free to feel...if it doesn't hurt, it probably should...
2. Control your anger, before it controls you
Beberapa minggu lalu, ketika saya sedang mempersiapkan diri untuk
mennghadapi klien saya, saya kembali membuka diktat mata kuliah "Family
Therapy". Ada bagian yang harus saya pelajari terkait kasus yang sedang
saya tangani...tapi yang menarik adalah, saya berhenti pada tulisan saya sendiri...
Ada 1 tugas yang diberikan dosen untuk menganalisa kondisi
keluarga, dampaknya seperti apa dan apa yang harus diwaspadai terkait hal
tersebut...
Ketika saya membaca apa yang harus saya waspadai, saya melihat
tulisan saya sendiri dan tersenyum...saya memiliki kecenderungan penyelesaian
konflik yang kurang baik yaitu dengan cara diam...dan disana saya menulis bahwa
saya harus belajar untuk berani menyampaikan apa yang saya pikirkan dan rasakan
dengan cara yang lebih baik.
Well, jujur saya amaze lagi dengan pengalaman saya terkait masalah
dengan seorang pria ini...iya, saya marah...tapiii, saya bisa mengungkapkan
kemarahan saya dengan positif...saya bisa menjelaskan kenapa saya marah...saya
bisa mengeluarkan apa yang ada dalam pikiran saya...saya bisa mengeluarkan apa
yang ada dalam perasaan saya tanpa harus meluap-luap atau berusaha menyakiti
dia...
Dan lagi-lagi, saya amaze sama Tuhan...ketika Tuhan tau saya punya
kecenderungan menghindari konflik, Tuhan kasih konflik dimana saya harus
belajar menghadapi dan menyelesaikan dengan cara bijaksana...ga gampang buat
saya...pengennya saya diemin aja terus dan balik ke pola lama saya...tapi saya
tau pola itu salah...dan saya bergumul, sampai akhirnya saya bisa bilang,
"I'm done with my anger...i forgive you". Kata-kata yang sama sekali
ga pernah keluar dari mulut saya ketika saya marah...
Saya tidak membiarkan kemarahan saya mengontrol diri saya...saya
memilih untuk dealing dengan kemarahan saya...merasakan kemarahan
tersebut...dan seorang teman lainnya dalam sebuah pembicaraan mengingatkan dan
menegur saya, "Jangan sampai kemarahan lo berlarut-larut ya Nda".
Saya rasa Tuhan sedang memakai teman saya untuk menegur saya saat itu sehingga
saya kembali melalui proses bergumul sama Tuhan dan berdoa.
Kembali saya membaca dalam sebuah artikel,
"Reconciliation does not require closeness. It does
require forgiveness and brotherly love. You could start by praying for them,
even when you can't handle talking to them. Pray that their faith would
increase, that God would bring believing brothers and sisters around them, that
He would heal and restore their heart, that He would make them more like Jesus."
Saya rasa saya pun melalui ini juga belajar berdoa bukan untuk
diri sendiri, tetapi juga untuk orang yang sudah menyakiti saya.
3. Trust the process
Saat saya mengajar piano, salah seorang murid saya tampak marah ketika saya terus mengkoreksi kesalahan teknik (penempatan nomor jari, posisi jari, baca not, serta ketukan), hal-hal dasar dan tampak kecil, remeh yang harus dipahami sebelum memainkan lagu yang lebih sulit.
Hidup di dalam dunia yang serba instan, hasil yang ingin didapat serba cepat, kehidupan yang terus bergerak, hidup yang terus berlari, tidak menyisakan tempat bagi seseorang untuk belajar akan yang namanya sebuah proses.
Yup...dan itu mungkin termasuk saya dalam pengalaman ini...
"Jangan biarkan ketidaksabaran menguasaimu." Menunggu adalah hal yang paling membosankan...menunggu adalah hal yang menganggu...menunggu adalah hal yang bisa membuat seseorang mati gaya...menunggu adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi tidak sabar...
dan ini pelajaran ketiga bagi saya...
Asmara berkata, "Aku terganggu dengan semua ini dan butuh kejelasan!" Hikmat mendesak tampilnya kesabaran.
Asmara berkata, "Ini apa yang aku mau." Hikmat memimpin untuk memikirkan apa yang terbaik bagi dia, apakah memulai hubungan dengannya adalah sesuatu yang paling baik baginya sekarang?
Asmara berkata, "Nikmatilah khayalanmu." Hikmat membawa untuk mendasarkan emosi dan persepsi kita pada realitas.
Dalam hal ini, saya harus berkata jujur bahwa saya tidak memakai hikmat. Hubungan yang terburu-buru dan berlari kencang, tidak membiarkan saya mengambil waktu untuk membina persahabatan. Saya diingatkan dalam hal ini bahwa hikmat menghimbau saya untuk tidak terburu-buru.
Joshua Harris dalam buku Boy Meets Girl menulis seperti ini, "Berusahalah untuk menekan tombol "pause" dalam hubungan supaya kamu dapat berdoa dan dengan jujur mengevaluasi kesiapan menjalin hubungan yang dikendalikan hikmat."
Saat saya mengajar piano, salah seorang murid saya tampak marah ketika saya terus mengkoreksi kesalahan teknik (penempatan nomor jari, posisi jari, baca not, serta ketukan), hal-hal dasar dan tampak kecil, remeh yang harus dipahami sebelum memainkan lagu yang lebih sulit.
Hidup di dalam dunia yang serba instan, hasil yang ingin didapat serba cepat, kehidupan yang terus bergerak, hidup yang terus berlari, tidak menyisakan tempat bagi seseorang untuk belajar akan yang namanya sebuah proses.
Yup...dan itu mungkin termasuk saya dalam pengalaman ini...
"Jangan biarkan ketidaksabaran menguasaimu." Menunggu adalah hal yang paling membosankan...menunggu adalah hal yang menganggu...menunggu adalah hal yang bisa membuat seseorang mati gaya...menunggu adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi tidak sabar...
dan ini pelajaran ketiga bagi saya...
Asmara berkata, "Aku terganggu dengan semua ini dan butuh kejelasan!" Hikmat mendesak tampilnya kesabaran.
Asmara berkata, "Ini apa yang aku mau." Hikmat memimpin untuk memikirkan apa yang terbaik bagi dia, apakah memulai hubungan dengannya adalah sesuatu yang paling baik baginya sekarang?
Asmara berkata, "Nikmatilah khayalanmu." Hikmat membawa untuk mendasarkan emosi dan persepsi kita pada realitas.
Dalam hal ini, saya harus berkata jujur bahwa saya tidak memakai hikmat. Hubungan yang terburu-buru dan berlari kencang, tidak membiarkan saya mengambil waktu untuk membina persahabatan. Saya diingatkan dalam hal ini bahwa hikmat menghimbau saya untuk tidak terburu-buru.
Joshua Harris dalam buku Boy Meets Girl menulis seperti ini, "Berusahalah untuk menekan tombol "pause" dalam hubungan supaya kamu dapat berdoa dan dengan jujur mengevaluasi kesiapan menjalin hubungan yang dikendalikan hikmat."
Proses...hikmat...dan pada akhirnya saya harus benar-benar berdoa setiap hari untuk meminta hikmat dari Tuhan...doa yang sudah lama saya tinggalkan...dan Tuhan tegur saya kembali melalui pengalaman ini...
"The hard-to-believe, but beautiful truth is that broken-up you is a better you. You are as precious to your heavenly Father as you have ever been, and he is using every inch of your heartache, failure, or regret to make you more of what He created you to be and to give you more of what He created you to enjoy-Himself"
What a great and wonderful reminder for me...setelah melalui semua perasaan emosi yang ada, akhirnya saya mengambil waktu sendiri, kemudian mengambil waktu bersama dengan teman-teman seiman untuk melakukan healthy introspection, checked and balanced by some other believers. Dan tiga hal inilah yang saya dapatkan melalui proses yang ada, melalui pergumulan serta perenungan personal saya di hadapan Tuhan.
There's some things that i regret
Some words i wish had gone unsaid
Some starts that had some bitter endings
Been some bad times i've been through
Damage i cannot undo
Some things i wish i could do all all over again
But it don't really matter
I'm thankful for every break in my heart
I'm grateful for every scar
Some pages turned, some bridges burned
But there were lesson learned
-Carrie Underwood-
Komentar
Posting Komentar