My Healing Journey

Dalam 3 minggu terakhir, seperti biasa saya melakukan project yang sudah saya lakukan rutin dari 2 tahun lalu, yaitu detox social media.
Kalau 2 tahun lalu saya melakukan untuk menghindari ngeliat timeline dan story mantan..uupss..hahaha.. (yaaa monmaap, baru putus saat itu, jadi butuh off, hahaha)
Tapi mulai tahun kemarin, saya melakukan untuk diri saya sendiri.
Tahun lalu saya berhasil 1 bulan ga buka IG dan Twitter sama sekali, tapi tahun ini hanya berhasil selama 3 minggu..hahaha..

Ada yang unik dalam project pribadi saya tahun ini walaupun hanya 3 minggu.
Sejak covid yang membuat saya ga bisa kemana-mana dan bebas berpergian kemana pun untuk mencari inspirasi, saya banyak belajar lewat kuliah online gratis di Coursera, dengerin podcast, youtube, baca buku, nonton film, dengerin IG Live..buseett, banyak amat yaa...hahaha...tapiiiii, saya sadar saya lemah di praktek..

Kuliah online dari Yale di Coursera ini sebenarnya setiap minggunya memberikan saya PR untuk dilakukan, tapi saya ga lakukan..simply karena malas..hahaha..
Saya suka belajar, tapi saya malas mengerjakan PR nya...hahaha... *jangan ditiru yaaa gengs! :p
Saya ambil kuliah yang judulnya "The science of well being" dari Yale University (kapan lagi bisa dikuliahin sama Professor Yale gratis!)
Anyway, banyak hal praktis yang diajarkan oleh Professor ini, tentang happiness, mindfulness, gratitude, strength, dan kawan-kawannya.
Ini sejalan sih dengan apa yang dari bulan Maret sejak corona, kalau kalian ngeliat IG, di timeline IG itu bertebaran postingan tentang isu mental health : self love, self care, inner child, attachment, dll.
Beberapa sudah saya bahas di blog sebelumnya.

Nah, berhubung saya sadar otak saya sudah kepenuhan belajar..teori, teori dan teori..3 bulan di cekokin terus..saya rasa saya butuh mundur sejenak..saya butuh dealing dengan diri saya sendiri..karena saat itu saya merasa lelah secara mental..bahkan ketika teman saya bertanya, "Kenapa lo?", saya ga bisa jawab...tapi sekarang setelah saya melihat kembali ke belakang, mungkin karena paparan informasi yang saya masukkan ke diri saya sendiri terlalu banyak..saya butuh berhenti..

Jadi apa yang saya lakukan?
Saya log out IG dan Twitter.
Saya mulai mengerjakan PR dari kuliah online tersebut untuk memilih 2 aktivitas yang dikerjakan rutin, set se-detail-detailnya waktu dan ruangan..dan untuk aktivitas ini, saya memilih 2 hal yang memang saya pengen coba : meditasi dan olahraga.
Meditasi, saya ga pernah lakukan sebelumnya jujur aja. Saya ga pernah tau bahwa ternyata saya bisa menikmati ini juga.
Olahraga, saya biasanya paling males kalau disuruh olahraga..hahaa..ini ada di list saya paling akhir kalau bicara masalah self care..saya lebih suka melakukan apa yang saya suka..dan olahraga bukan hal yang saya suka..hehee..

3 minggu..
Meditasi saya lakukan setiap malam jam 9.
Olahraga saya lakukan jam 5 sore.
Rutin.

Hasilnya?
Saya amazed menyadari khususnya ketika melakukan meditasi.
Emosi saya ternyata masih banyak yang tersimpan dan ketika melakukan meditasi, saya benar-benar bisa mengeluarkan emosi saya dan menjadi lebih tenang setelahnya.
Meditasi yang saya lakukan banyak macam, ada meditasi tentang inner child, meditasi tentang self love, mindfulness, letting go, dan kawan-kawannya. Saya pakai guide dari youtube.
Dan saya cukup enjoy melakukan ini :)

Oiya, dalam 1 minggu terakhir, saya kembali ke rumah saya dan menginap disana selama 1 minggu..eh, ga full sih, karena 2 hari saya nginep di tempat kakak saya.
Anyway, kalau dalam blog-blog sebelumnya, saya selalu menceritakan bahwa trigger dan sumber utama isu dalam diri saya secara psikologis itu berasal dari rumah, jujur apa yang saya lakukan ini, dengan menginap di rumah bahkan selama 1 minggu, terbilang nekat sih..hahaha..
Kenapa? Karena emosi saya bisa aja hancur berantakan lagi setelah saya tinggal di rumah.,trigger itu bisa muncul kapan aja dan memicu narasi-narasi yang tersimpan dalam otak saya dan memunculkan sikap-sikap yang saya biasa saya lakukan dulu ketika masih dalam rumah..

Well, saya sempat ragu2 sih.
Saya sebelumnya bilang ke kakak saya, "Eh, gw dirumah nginep 2 hari aja deh, sisanya di tempat lo yaaa.."
Tapi last minute, plan itu berubah karena kakak saya mendadak banyak kerjaan, dan saya tau diri laah sebagai adik..hahaha..apalagi dia juga sudah married..
Alhasil, saya anggap balik ke rumah itu adalah ganti suasana biar otak dan mental ga butek di Jakarta :)
Plan berubah jadi saya nginep di tempat kakak saya 2 hari, sisanya di rumah.

Hari pertama, normal..
Hari kedua, normal..
Hari ketiga, normal...
Hari keempat, normal...
Sampai hari kelima, masih tetap normal...!!

Ini keajaiban dunia buat saya..hahahaa
Biasanya saya hanya bertahan 2 hari saja di rumah..setelah itu, emosi lama saya akan kembali..
Tapi kali ini nggak..
What happened?
Saya sendiri juga ga tau..hahaha..mungkin saya sudah bisa berdamai dengan mama saya..saya tidak merasa di kontrol..saya tidak merasa di interogasi..saya terus aware dengan pikiran dan perasaan saya ketika saya ngobrol sama mama saya..saya tidak membiarkan mama saya men-trigger sedikit pun dalam diri saya..saya bisa biasa aja bangun siang, turun makan..saya bisa dengan perasaan normal, bilang ada meeting atau webinar dan naik ke atas tanpa diganggu..
Dan ini satu pencapaian saya..dan saya bangga dengan diri saya sendiri..bahwa saya ternyata sudah bisa dealing dan healing dengan isu rumah..
Bertahun-tahun mencoba terus work on myself...dan seperti yang saya pernah tulis di blog tentang inner child..gimana caranya tau kalau kita udah sembuh atau belom? Pakai trigger-trigger yang muncul sebagai tanda..dan saya ga menemukan sesuatu yang men-trigger saya selama saya tinggal dengan mama saya :)
Emosi saya ga lagi dipengaruhi oleh mama saya.
Pikiran saya ga lagi dipengaruhi oleh mama saya.
I'm free...

Self-differentiation

Salah satu teori dari Murray Bowen tentang sistem keluarga.
Ada 2 aspek dari self-differentiation :

1. Intrapsychic differentiation

Ketika kita bisa memisahkan antara pikiran dan perasaan kita. It's called : self awareness.
Kita aware dengan pikiran kita dan kita aware dengan emosi kita, tanpa tercampur satu dengan yang lain. Jadi ini adalah kita dengan diri kita sendiri. Seberapa kita aware dengan diri kita.

2. Interpersonal differentiaion 

Ketika kita bisa memisahkan pengalaman kita dengan pengalaman orang lain. Emosi kita dan orang lain berbeda, pikiran kita dan pikiran orang lain berbeda.
Emang bisa ya kecampur? Bisa banget ketika kita terbiasa merasakan emosi dalam rumah.
Misal : papa mama berantem, kita jadi ikutan marah atau cemas.
Itu artinya emosi kita tercampur dengan emosi orangtua kita.

Di titik ini, saya rasa saya berhasil melakukan self-differentiation.
Dulu ketika masih konseling dan berjuang dengan diri sendiri, saya sadar banyak sekali emosi dan pikiran saya yang tercampur dengan orangtua saya karena masalah-masalah dan situasi rumah yang kurang baik. Bahkan saya pernah menyebutkan juga, saya baru menemukan diri saya sendiri ketika umur 24 tahun..
But now, look at me :)
I'm more aware about myself..and i know healing is a process..i just have to trust the process..
Ditambah meditasi dan olahrga yang menolong saya..
Saya tau, perjalanan ini masih panjang..
Tapi saya menulis ini untuk memberikan afirmasi dan support kepada diri saya sendiri..
Look how far you've come.
God has brought you this far.
Be proud of yourself and prepare for the great things ahead.


The most powerful relationship you will ever have 
is the relationship with yourself.

Komentar

  1. Hi Kak Endha! I need ur help and this is urgent. I am the part of GKI Samanhudi. My number is 085888496883.
    Wish you mention me on WhatsApp.
    All day I deal with trauma and stress.
    You could reply me when-ever you have time. It's okay. I'm waiting.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hal-Hal Yang Gw Harap Gw Paham Ketika Masih Muda

Say Hello to Your Inner Child

Toxic Positivity