Messy Spirituality

Sepanjang saya hidup 30 tahun ini (parah, gw tua banget ya :)) sebagai orang Kristen, yang dari kecil rajin sekolah minggu, pelayanan ini itu di masa remaja, pelayanan juga di pemuda, bahkan sampai sekarang mendampingi remaja, saya tidak pernah mempertanyakan apapun berkaitan dengan hidup bergereja. Menjalani semuanya itu dari kecil, tidak pernah terbesit sedikitpun untuk pindah gereja. Saya jalani semuanya dengan damai dan sukacita, walaupun ada masalah.

Tapi entah, beberapa bulan terakhir, mungkin 3 bulan terakhir ini, rasa gelisah itu muncul dan saya jadi bertanya-tanya tentang gereja. Saya gelisah dengan keanehan-keanehan yang ada, saya gelisah dengan tujuan dari apa yang beberapa orang lakukan, saya gelisah dengan ajaran yang menurut saya makin lama bisa jadi menghilangkan Sola Scriptura dan mengulang-ulang topik yang sama, dan terlebih saya gelisah karena saya tidak mendapatkan "makanan" keras dan hanya terus disuguhi "bubur".

Jujur, saya muak dengan segala rutinitas (atau bisa dibilang religiositas) yang dilakukan orang-orang di dalam gereja. Saya bisa dibilang menjadi pembangkang yang dengan santai dan "bodo amat"nya saya tidak mengikuti setiap apa yang di "harus" kan oleh aturan gereja. Dan di level inilah, apa yang saya bangun dari kecil, pemikiran tentang gereja, runtuh. Dan muncullah sebuah pertanyaan dalam diri saya, "Masih perlukah sebenarnya pergi ke gereja?"

Saya menulis ini bukan berarti saya sudah menemukan jawabannya. No, saya masih bergumul ditengah pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan ke orang-orang di sekitar saya, bahkan ke Tuhan. Saya menyadari, gereja hanyalah wadah, bahkan bisa dibilang organisasi, institusi, layaknya perusahaan. Mungkin...mungkin saya terlalu dalam masuk kedalam "dapur" gereja sehingga banyak melihat realita yang mungkin sebenarnya saya ga siap menerimanya dengan sisi idealis saya.
Kecewa? Iya. Muak? Iya. Marah? Iya.

Hari Minggu kemarin, ketika mati lampu, saya pergi beribadah di gereja lain dengan seorang teman. (Iya, belakangan ini saya sedang banyak jajan ke gereja lain untuk mencari sesuatu yang bisa memuaskan rasa lapar dan haus dalam jiwa saya). Terserah orang mau bilang saya nyeleneh dan ga bener ditengah jabatan yang cukup tinggi yang sedang saya jalani dalam gereja saya, tapi ini yang sedang saya rasakan "Messy Spirituality". Seumur-umur saya ga pernah merasakan ini, bahkan mempertanyakan. Tapi sekarang, saya benar-benar mempertanyakan.
Gereja itu apa sih sebenarnya?
Bukankah ada lagu yang menyebutkan gereja itu bukan gedungnya, tapi orang-orangnya?
Lalu kalau balik ke Alkitab, bukankah gereja itu komunitas, persekutuan, saling berbagi, menguatkan, dan memuji Tuhan?
Kalau komunitas itu bisa dijalankan diluar hari Minggu, dapat pertumbuhan juga dari sana, masih kah perlu ke gereja?
Kalau dibilang tempat untuk melayani, bukan kah katanya pelayanan bisa dimana aja?
Lalu, untuk apa ke gereja?
Terus, dengan dunia yang terus bergerak ini, perlukan gereja berubah supaya relevan dengan dunia, dengan gaya anak muda, dengan musik-musiknya, dengan semuanya, dengan dalih supaya menjangkau banyak anak muda?

Sungguhlah saya ga paham dengan semuanya ini.

Mungkin itu sedikit pertanyaan-pertanyaan aneh yang muncul dalam pikiran saya selama 3 bulan terakhir. Dan saya belum menemukan jawabannya. Coba mungkin kalau ada yang bisa bantu saya menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, silakan :)

Melihat realita gereja-gereja sekarang, saya baru paham kenapa dosen saya sangat pesimis terhadap gereja, mengapa banyak orang pada akhirnya memilih untuk tidak pergi ke gereja, dan mengapa banyak orang seringkali berkata spiritual but not religious. Bahkan untuk membedakan gereja yang benar dan tidak jaman sekarang benar-benar sulit. Makin lama semuanya bisa dipakai dan ditolerir atas nama Tuhan. Makin lama bukannya gereja menjadi berbeda dengan dunia, tapi makin mirip dengan dunia.

Kemarin, salah satu klien saya cerita. Bukan spesifik cerita tentang gereja sih. Intinya, dia melontarkan 1 kalimat yang membuat saya berpikir, "Ya kan aku tu cuma pengen dia temenin aku gereja. Apa susahnya sih duduk 1 jam, nggak disiksa juga disana, tapi dia ga mau. Padahal kan disana paling cuma dengerin kayak motivational speech" (btw, klien saya bergereja aliran karismatik).

Selepas balik dari sesi konseling kemarin, saya jadi berpikir, lantas apa bedanya ya pergi ke gereja sama pergi ke motivator-motivator tertentu? Saya ga mau men-judge aliran tertentu karena saya sendiri pun masih mencari dan bahkan pergi ke aliran-aliran karismatik juga, yang memang ada kalanya saya menikmati khotbahnya, yang jauh lebih aplikatif. Tapi tetap ada yang kurang.

Saya tau ga ada gereja yang sempurna. Saya tau yang terpenting adalah relasi pribadi dengan Tuhan. Bertemu dengan orang-orang yang menganggap dirinya "rohani" dan terkesan jauh dari masalah hidup tampaknya tidak real buat saya. Tokoh-tokoh Alkitab pun jauh dari kata sempurna dan kalau boleh dibilang, sebagian besar punya masalah karakter, tapi toh Tuhan berteman dengan mereka, bahkan menjadikan mereka murid. Lantas, siapa kita yang seringkali men-judge, menjadi hakim atas hidup orang lain, atas benar atau salah menurut agama atau bahkan aturan gereja.

Saya masih bergumul dan gelisah masalah ini dan tulisan ini bertujuan untuk mengingatkan saya bahwa saya pernah bergumul tentang ini. Mungkin suatu saat, Tuhan akan jawab, yang entah kapan. Tapi menulis kegelisahan menjadi satu cara buat saya bisa melihat bagaimana Tuhan bekerja ketika melihat kembali ke belakang. Saya yakin Dia akan memberi jawaban kepada saya..mungkin bukan sekarang.



Kerohanian yang kacau menyingkapkan mitos kesempurnaan orang Kristen dan memanggil orang Kristen dimana pun berada untuk keluar dari tempat persembunyian dan berhenti berpura-pura.
Kerohanian yang kacau dengan berani mengatakan bahwa kekacauan adalah pelatihan kerohanian yang sesungguhnya, tempat persemaian iman, tempat Yesus yang sejati bertemu dengan kita yang asli.
Kerohanian yang kacau adalah gambaran dari kekristenan yang dijalankan oleh sebagian besar kita dan hanya sedikit yang mengakuinya.
Kerohanian yang kacau adalah penyataan bahwa mengikuti Kristus sama sekali tidak tertata rapi, seimbang dan teratur. Jauh dari itu. Kerohanian itu kompleks, rumit, dan membingungkan, tampak berantakan, kacau, demikianlah iman sesungguhnya di dunia nyata.

-Michael Yaconelli-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hal-Hal Yang Gw Harap Gw Paham Ketika Masih Muda

Say Hello to Your Inner Child

Toxic Positivity