Say Hello to Your Inner Child

"Your greatest enemy is yourself"

Musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri. Familiar dengan kata-kata ini?
Banyak quote yang berbicara masalah ini, bahkan ada juga yang mengatakan dengan sebutan "monster". Dalam diri kita masing-masing ada 1 monster dan hanya kita sendiri yang mampu menaklukkannya.

Musuh..
Monster..

2 kata ini jauh sekali dari kesan mudah disentuh dan ramah ya :)
Kayaknya berat banget ngadepin yang namanya musuh atau monster ini dan tampak sulit sekali karena bayangan kita akan monster adalah pribadi yang besar dan menakutkan..
Tapi akhir-akhir ini saya mendapati kata yang mungkin lebih baik dan tidak menakutkan dari 2 kata itu.


Inner Child



 
Sweet ya gambarnya? Hahaha..tapi ini bukan lagi mau ngomongin masalah cinta-cintaan ya. Kalau mau ngomongin cinta-cintaan ada sendiri di judul blog "what is love" yang udah sampai part 5. Bentar lagi nyusul drama korea bisa sampai episode 16..hahaha...ga deeh..

Anyway...balik lagi ke inner child..
Kurang lebih gambar diatas bisa sedikit menjelaskan tentang anak kecil yang terjebak dalam tubuh orang dewasa.

Iya..inner child..
Dalam diri kita masing-masing ada dan kita bawa di tubuh kita yang udah dewasa ini. 
Bicara masalah inner child, sesuatu yang tampak lebih kecil dan ga menakutkan seperti monster dan musuh kan? :) sehingga mungkin bayangan kita untuk menghadapinya akan jauh lebih mudah..

So, apa sih itu inner child?
Inner child adalah bagian dari diri kita yang menyimpan pengalaman-pengalaman emosi dari masa kecil kita..

Pengalaman ini bisa in a good way or bad way..
Namun, sayangnya kebanyakan inner child kita terluka, entah melalui trauma, kebutuhan anak kecil yang ga terpenuhi, mendapat perilaku abusive, sehingga pengalaman emosi itu masih ada dalam diri kita dan terbawa sampai kita dewasa...bukan hanya terbawa, namun juga mempengaruhi relasi kita dengan orang lain, mempengaruhi karir, pengambilan keputusan, bahkan cara mendidik anak selanjutnya..

Inner Child Wounded..

Pengalaman masa kecil kita di usia 0-7 atau 8 tahun, dimana kita sedang dalam state egocentric point of view. Seorang anak kecil yang cara berpikirnya belum sempurna dan hanya melihat dari sudut pandang dirinya sendiri tanpa bisa berpikir dari sudut pandang orang lain.
Contoh : saat papa pulang kantor, papa pasang muka grumpy. Kita ga paham kenapa papa marah, mungkin papa marah karena habis ada masalah di kantor atau dengan rekan kerja? Tapi kita sebagai anak kecil hanya bisa mengartikan sikap papa itu dengan egocentric point of view : "Aku ga dikasihi dan ga berharga dimata papa", "Aku ga dicintai", dan kata-kata ini jadi story dan narasi dalam diri kita.
Ini kebawa sampai kita besar. Misal punya pasangan pulang kerja muka grumpy, kita munculkan narasi-narasi yang kita punya dan simpan dari kecil, "Dia ga care".

Wow..
Segitunya ternyata pengaruh inner child yang terluka..
Dan baru-baru ini saya menyadari dan melihat kedalam diri saya sendiri, bagaimana kabar inner child saya..

Kuliah psikologi dan konseling ga serta merta membuat saya kebal terhadap masalah-masalah emosi yang ada..di konseling selama 1 tahun, terapi kelompok dan melalui berbagai alat tes juga tidak membuat saya kebal dan bersih 100% dari yang namanya luka..

Kalau kalian ngeh, isu yang sering saya ceritakan di blog-blog saya adalah isu rejection..
Dan ternyata trigger itu masih kebawa sampai sekarang..
Saya mencoba menginat-ingat, apa kira-kira narasi dan pandangan saya sebagai seorang anak kecil saat itu..
Enda yang masih kecil melihat papa mama sibuk kerja..terkadang ketika saya nangis, mereka ga hadir atau kadang hadir namun tidak sepenuhnya bisa memenuhi kebutuhan emosi saya..sehingga saya sangat sensitif sekali dengan yang namanya emotionally abandonment atau emotionally unavailable.
Dulu mungkin lebih parah sampai berpengaruh ke pertemanan.
Namun yang saya sadari dan coba amati belakangan ini, ternyata lebih kepada orang yang sedang dekat dengan saya.

Saya ingat sekali perasaan dan tension ketika dengan mantan terakhir yang juga memiliki fakta bahwa dia sibuk kerja dan sangat sedikit sekali waktu yang diluangkan untuk saya. Narasi didalam pikiran saya muncul lagi, "Dia ga sayang sama aku", "Kok bisa-bisanya dia ga kepikiran buat komunikasi di sela-sela kesibukan", dan segudang narasi yang saya bunyikan di kepala saya. Sampai itu benar-benar menganggu saya dan jadilah konflik besar.
Hal serupa terjadi lagi ketika saya dekat dengan beberapa orang dalam 1 tahun terakhir ini,,tidak ada kabar sehari saja, membuat saya gelisah dan berpikir bahwa dia emang ga suka sama saya.
Segitunya? Iyaa, segitunya..

Saya jadi ingat, ketika saya cerita ke konselor saya di kampus. Dia bertanya kabar saya dan masalah pasangan, dan saya menjawab sudah putus..saya menceritakan alasannya secara garis besar...dan kalimat yang keluar pertama adalah "Wah iya, mirip banget yaa sama mama Enda.."
Saya saat itu ga paham maksudnya apa..tapi setelah saya coba berpikir ulang, hmm...kata-kata konselor saya yang to the point itu membuat saya sadar..bahwa pola yang sama terjadi...sibuk kerja..dan tidak hadir secara emosi..

Bukan hanya pengaruh attachment saja yang saya bahas di blog sebelum ini..
Namun, ternyata inner child saya terluka dan terus saya bawa sampai saya dewasa..
Kalau kita cukup aware, kebetulan dulu saya ga aware ketika masih pacaran, namun setelah putus, dan bercerita dengan sesama teman konselor, ternyata memang isu rejection ini tinggi sekali dalam diri saya..
Kalau kita cukup aware, kita akan bisa melihat similar coping mechanisme atau similar tension...cara apa yang kita gunakan biasanya sama ketika kita masih kecil..dan tension kita biasanya sama ketika kita masih kecil..
Yang saya sadari, cara saya dulu adalah diam dan marah, bahkan nangis..ini cara yang saya lakukan sebagai anak kecil..
Tension yang saya sadari juga adalah saya panas dan rasanya pengen marah..

Dan ternyata ini terulang di kasus saya dengan mantan saya..
Saya melakukan cara yang sama, tanpa menyadari bahwa yang sedang terluka ini adalah inner child saya..saya marah, saya nangis, saya diam..

Dan dengan orang-orang yang mendekati saya belakangan ini, hal yang sama ternyata saya rasakan..namun saya lebih dapat mengontrol reaksi dan respon yang saya keluarkan..karena saya sadar apa yang sedang terjadi dalam diri saya..saya terluka ketika ada orang yang ga hadir secara emosi buat saya..dan saya harus terus mengingatkan diri saya bahwa wounded self ini adalah bagian dari diri saya, bukan diri saya. Iya...ini hanya bagian saja..jadi tidak mendefinisikan saya seutuhnya..

So, buat temen-temen yang mungkin juga merasa ada sesuatu dalam diri kalian yang terluka..mungkin saatnya kita cek apa yang terjadi dengan inner child kita.
Oiya, bukan berarti ketika kita tidak mengingat suatu pengalaman dalam masa kecil kita, kita jadi tidak memiliki inner child..bisa jadi kita memendamnya atau kita ga mau tau dan menganggap itu hanya masa lalu..

Kalau kalian bertemu orang lain dan bisa sedikit melihat perilaku mereka seperti apa..dan kadang kita bingung, kok udah dewasa tapi kelakukan kayak anak kecil, jangan-jangan ada anak kecil yang terjebak didalamnya..penjelasan diatas bisa membantu kita melihat mereka dengan kacamata yang lebih memahami..sukur2 bisa membantu mereka :)

So, gimana caranya buat menyembuhkan inner child kita yang terluka?

1.  Become consious to our inner child

Akui kalau kita semua punya inner child.
Step pertama ini perlu dilewati, karena kalau ga sadar, ya ga akan ada yang bisa diubah..hehehe..
Balik ke kata-kata saya tadi..kalau kita ga inget punya trauma bukan berarti kita ga punya inner child yang terluka/ kebutuhan yang ga terpenuhi..cuma mungkin coba perhatikan bentuk reaksi yang berulang yang kita munculkan pada situasi tertentu,,
Kita sebagai orang dewasa yang lihat masa kecil kita lewat memori mungkin punya level kedewasaan dan tingkat emosi yang lebih matang, tapi inget, sebagai anak kecil, kita belum mampu berpikir seperti kita sekarang sehingga pengalaman emosi yang kita lihat dulu sebagai seorang anak kecil ya kita telen mentah-mentah..

Jadi gimana caranya biar bisa sadar?

2. Use triggers as a guide 

Apa itu trigger? Reaksi emosi kita yang muncul ketika berhadapan dengan sesuatu.

Misal : dulu saya sangat marah sekali ketika ada orang yang telat. Entah telat rapat, telat latihan band, telat jemput, dll.

Kenapa? Ternyata saya merasa tidak dihargai ketika ada orang yang telat.

Coba kita mulai lihat ke hidup kita dan sadari trigger-trigger atau pola yang seringkali muncul. Bisa apapun bentuknya. Bisa perasaan marah karena suatu hal kecil, bisa shut down atau menghindar dari diskusi-diskusi berat, bisa perasaan tidak dianggap, atau apapun.
 
Nah, di step ini, ktia harus bisa tanya ke diri kita sendiri, "Apa yang terjadi? Emosi apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa emosi ini muncul?"
Ini yang saya lakukan terhadap orang yang mendekati saya belakangan ini dan bertemu isu emotionally unavailable.
Perthatikan juga narasi-narasi yang sering muncul dalam pikiran kita jika sudah merasakan emosi yang kuat. Intinya, counter narasi-narasi yang muncul. Apakah iya kamu ga dikasihi? Apa iya dia ga care?

3. Ask inner child what it means to be considered

Ajak ngobrol inner child mu...dan ini membuat kita bisa punya pilihan lain untuk merespon..kalau biasanya responnya adalah otomatis, tapi sekarang, coba berhenti dulu..tanya inner child-mu, gimana perasaannya, maunya seperti apa, gimana cara membuat dirimu prioritas..misal, do something fun..
Penuhi kebutuhanmu sendiri...penuhi kebutuhan masa kecilmu yang tidak bisa terpenuhi..


Oiya, saya juga mulai rutin untuk melakukan meditasi setiap hari 10-15 menit..dan salah satu meditasi yang saya lakukan adalah inner child meditation.
Siapa tau ada yang mau coba, ini link nya :)
Tap Here

Susah? Susah banget..
Tapi jangan nyerah yaa..
Saya sendiri pun masih melakukan ini terus menerus..
Observe myself, melalui pengalaman-pengalaman yang muncul, shifting pikiran yang muncul..
Tapi percayalah, mengenal diri kita sendiri itu ibarat ngupas bawang..
Lapisan demi lapisan demi lapisan..
Kamu ga akan tau ini sudah sampai lapisan keberapa..
Ada kalanya lapisan itu buat mata perih dan nangis..
Ada kalanya lapisan itu ga bikin kamu nangis..
Tapi ingatlah, setiap perjalanan dan pengalaman yang dijalani, ketika kita terus work on it, ga akan pernah sia-sia :)
Dibanding kita berjalan dan menjadi robot di tengah dunia ini, gimana kalau kita berhenti sejenak dan menyapa ke dalam diri kita..menyapa inner child kita yang sudah lama tidak pernah kita ajak ngobrol :) 





Take comfort inner child. . .
You are safe
You are valuable
You are loved

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hal-Hal Yang Gw Harap Gw Paham Ketika Masih Muda

Toxic Positivity