Dear 2020, i really hate you...but,...

Dari kemarin pengen banget sebenernya mulai nulis lagi, tapi selalu ditunda-tunda karena belum dapet mood-nya. Tapi sekarang, setelah baca berita ga mengenakkan, it makes me so sad, dan muncullah hasrat buat nulis.

Dear 2020, i really really hate you...really..!

Dibuka dengan tahun baru banjir besar sampai 3x. Seumur-umur ga pernah ngerasain ngerobok banjir...tapi pembuka tahun ini luar biasa. Satu kali bener-bener menembus banjir sepaha demi keluar dari kepungan yang ga tau kapan surutnya. Rasanya? Pengen marah tapi ga bisa marah juga. Sempat mengumpat kerja dari Gabener tapi saat itu masih bersyukur karena bisa keluar dan balik ke BSD, tidur di tempat yang nyaman.
Banjir kedua? Masih bersyukur juga karena lagi ga di kosan dan lagi diluar meeting sama temen. Alhasil nginep di rumah temen hari itu.
Sampai banjir yang ketiga, bener-bener dikosan dan bertahan ga kemana-mana. Makan seadanya (untungnya udah stock makanan). Dan ketika udah mulai surut, karena mati lampu akhirnya ngungsi ke apartemen kakak di Pakubuwono. Jadi perasaan masih terkontrol.

Tapi akhir Januari...
Papa tiba-tiba dipanggil Tuhan.
Hancur dan sedih sesedih-sedihnya. Hari pertama masih shock dan ga bisa nangis sama sekali karena harus ngurusin banyak hal. Tapi begitu sampai dikosan dan sendiri, which is itu jam 1/2 1 pagi, cuma bisa nangis dan ga bisa tidur sama sekali. Hari kedua pun begitu, balik dari rumah duka, nangis lagi sendirian. Sampai akhirnya harus ke Jogja buat penguburan papa. Seminggu sama sekali ga sempat memproses emosi yang muncul. Karena waktu untuk sendiri sangat susah di masa-masa itu. Jadi hanya belajar menikmati waktu yang ada sama keluarga saat itu. 1 hal yang sangat saya syukuri, saya ga sendirian dan punya kakak-kakak..selama di Jogja, kita ketawa bareng, nangis bareng, bahkan duduk di meja makan bareng mengingat semua kenangan sama papa. Huuff..bahkan nulis ini aja sekarang masih nangis T.T
Pulang dari Jogja, setelah punya waktu sendiri, saya berusaha dealing dengan semua perasaan yang sempat saya abaikan sebelumnya. Iya...sedih, marah, terluka, bahkan bertanya-tanya ke Tuhan. Why now? Saya sempet nulis surat ke papa saya keluarin semua perasaan saya (karena biasanya ini yang akan saya sarankan kepada klien saya ketika kehilangan seseorang). Terus lakukan sampai perasaannya semua keluar.
Walaupun masih kadang-kadang ingat, tapi setidaknya emosi saya makin lama membaik dan mulai bisa mencerna semuanya dengan positif.

Ada yang menarik sebenernya di hari papa dipanggil Tuhan. 3 jam sebelum papa dipanggil, saya lagi ketemu dengan sesama teman konselor saya. Dan saat itu, dia menceritakan secara detail perasaan kehilangan yang dialaminya seminggu sebelumnya ketika kehilangan orang yang membantu dia di tempat praktek konselingnya. Cici ini bener-bener menceritakan detail proses dari mulai kejadian sampai penguburan dan perasaan setelahnya. You know what, saat itu saya kayak lagi di breifing sama Tuhan tentang "how to deal with grieving". Bahkan saya ga tau kalau 3 jam setelahnya papa saya akan meninggal. Tapi saya ingat 1 hal dari cerita cici ini, belajar untuk let go dan memberi ruang untuk setiap emosi yang ada sampai akhirnya bisa benar-benar menerima. And i did it. It feels so amazing.

Tapi ternyata setelah ngalamin sakit hati karena kehilangan papa, Tuhan ga berhenti sampai disitu. Saya harus kembali merasakan kehilangan mimpi yang sempat saya tulis juga 3 tahun yang lalu.
Counseling Center...
Kali ini saya benar-benar marah, walaupun udah tau ujungnya akan seperti ini karena masalahnya udah dari tahun lalu. I feel rejected. Bahkan untuk memberi penjelasan pun rasanya sudah malas. Memperjuangkannya pun rasanya sudah malas. Kenapa? Karena sudah terlalu lama...karena menghadapi orang-orang yang merasa paling benar dan bagi saya itu ga masuk akal .
Kalau respon saya tahun lalu fight, bahkan argue sama mereka (sesuai dengan kebiasaan saya yang suka debat kalau ada yang ga masuk akal), tapi tahun ini ketika bertemu mereka semua, saya memilih untuk berespon diam dan menerima apapun keputusan yang sudah diambil.
Saya belajar setidaknya walaupun sangat sakit hati dengan gereja sendiri, saya belajar merespon dengan emosi yang jauh lebih baik saat itu. Saya belajar kembali bahwa itu bukan milik saya. Satu per satu Tuhan ambil, dan kalau memang itu mau Tuhan, saya bisa apa?
Rasa-rasanya saya "dihajar" kembali sama Tuhan bahwa saya hanya bisa bergantung sepenuhnya sama Tuhan...dan bukan yang lain...
Tapi untuk masalah ini, saya masih terus bertanya ke Tuhan apa rencana-Mu setelah ini?
Dan saya belum mendapatkan jawabannya. Yang saya tau, perasaan saya kian membaik menanggapi hal ini.

Hello Maret. Hello Corona.
Hari ini adalah hari ke-23 di rumah aja.
Kebayang harus melewati masa-masa ini? Nggak!
Kebayang ini akan berlangsung berapa lama? Nggak juga!
Kebayang hidup tahun ini akan kayak apa? Nggak banget!
23 hari pendapatan berkurang drastis karena murid-murid private pada banyak yang ga les. Harus mikirin gimana caranya bisa survive sampai at least 6 bulan kedepan. Harus belajar kreatif dalam segala hal, mulai dari cara ngajar, ngisi waktu luang, sampai masak sendiri.
Perasaan campur aduk karena tau disatu sisi harus berpengharapan, tapi disisi lain melihat cara kerja pemerintah sangat membuat khawatir sampai kapan ini akan berakhir.

Daaaann...ditengah lagi pusing-pusingnya Corona, hari ini dapet kabar salah satu penyanyi legendaris, Glenn Fredly meninggal T.T
Ga tau kenapa denger kabar itu sedih banget.
Saya ga pernah merasakan sesedih ini ada musisi yang meninggal.
Mungkin karena lagu-lagunya saya dengerin dari masa remaja sampai sekarang, belasan tahun. Dan banyak lagu-lagunya yang menjadi soundtrack hidup saya di masa-masa pahit..bahkan inget temen pernah bilang, "Jangan kebanyakan dengerin lagu Glenn yaa Nda, ntar tambah sedih". Tapi tetep aja saya dengerin karena kata-katanya related banget. Huhuu..sesedih itu...

Entah, ini baru 3 bulan lewat 8 hari.
Tapi udah banyak kejadian luar biasa bikin shock dan emosi yang naik turun, mostly hancur berkali-kali.

Biasanya, dari sejak remaja, tanggal segini lagi sibuk-sibuknya prepare buat Jumat Agung dan Paskah. Entah nyanyi, entah main musik, entah tugas di kebaktian umum, gladi kotor, gladi bersih.
Tapi sekarang? Ga ada kesibukan apapun.
Semuanya berhanti.
Semuanya cuma bisa diam.
Semuanya cuma bisa saling menyapa jarak jauh.
Semuanya lagi terluka, entah kehilangan seseorang, entah kehilangan pemasukan, bisnis collapse, entah kehilangan moment-moment dimana bisa menikah/merayakan ulang tahun bersama orang tercinta, dan masih banyak kehilangan-kehilangan yang lainnya.

Dan saya masih bertanya-tanya ke Tuhan. Apa maksud semuanya ini?
Well, kalau mau bikin "pembenaran" biar perasaan aman, jawabannya, "It happens for a good reason".
But now, as a human, i can't think like that. I just can't. It's too much.
Maybe it's time to feel not okay at all. Life is not okay lately, and i have to keep telling myself, it's okay to not be okay. Take your time.

Setidaknya saat ini, ketika menulis ini, ada hal yang sama yang saya tetap lakukan di momen-momen Jumat Agung dan Paskah dari tahun-tahun lalu : berdoa dan merenung.
Mengingat kembali kasih Tuhan.
Mencari makna baru ketika tiap tahun merayakan Jumat Agung dan Paskah.
Dan ternyata tahun ini Tuhan mengajarkan hal yang baru lagi.

Kembali ke awal... (seperti judul lagu Glenn Fredly).
Yes, i need to get back to the basics of life.



Dear 2020, i really hate you...but...i know i'll find the answer someday

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hal-Hal Yang Gw Harap Gw Paham Ketika Masih Muda

Say Hello to Your Inner Child

Toxic Positivity