Everyone is Fighting Their Own Battles

"There is a condition to full recovery. It's that you not must try to forcefully erase your wounds. You must embrace, accept, and love them. Each of our wounds become a map for each of our own lives." from korean drama "Fix You".

Kata-kata diatas adalah kalimat penutup dari film tersebut. Hehee...seperti biasa saya suka belajar dari film, apalagi yang berhubungan sama psikologi. Kali ini film tentang dunia psikiater beserta kasus-kasusnya. Saya ga mau spoiler, jadi silakan nonton sendiri yaa..hehee..

Selesai nonton film itu, saya kembali melihat diri saya sebagai seorang konselor dan klien-klien yang selama ini pernah saya tangani.
Saya rasa kasus pemeran utama perempuan di film ini mirip dengan kasus yang pernah saya tangani. Kasus Borderline..
Gangguan kepribadian dengan kondisi mood yang tidak stabil, perasaan takut diabaikan sehingga melakukan perbuatan yang ekstrem, perilaku impulsive seperti mencoba bunuh diri, melukai diri sendiri, berhubungan intim tanpa pengaman, dan bisa mengidolakan seseorang namun secara tiba-tiba menganggap orang tersebut bersikap kejam dan tidak peduli.

Kasus ini saya dapatkan ketika saya praktek disalah satu sekolah international. Dan begitu bingungnya saya ketika mendapat kasus ini.
Kenapa? Karena jam terbang saya masih sedikit dan sebenarnya anak ini awalnya bukan di handle oleh saya, namun oleh teman saya. Tetapi teman saya "menyerah" dan me-refer kepada saya saat itu. Setahun saya mendampingi anak ini dan ga menunjukkan perbaikan. Ditengah saya yang masih newbie dalam dunia konseling, saya juga ga paham dia kenapa sebenarnya..hahhaa..kalau diinget-inget agak serem juga yaa karena anak ini bisa aja lewat...tapi saat itu saya hanya berusaha menjadi teman dia..dan bertukar contact lewat line setelah saya ga praktek disana..udah, se-simple itu..pengen jadi temen..

Dari situ berlanjut sampai akhirnya saya pun refer ke teman saya di sebuah biro konseling karena saat itu saya sedang menyelesaikan thesis. Dan akhirnya saya maupun teman saya tek tokan menghadapi anak ini yang kadang kambuh, mengirimi foto pergelangan tangan yang terluka, miscall bisa 15x lebih dalam 1 waktu, bisa tiba-tiba marah dan kemudian minta maaf..hahaha..saya tangani dia sejak 3 SMP dan sekarang anaknya baru masuk kuliah di luar negeri..mengikuti perjuangan struggle nya dengan penyakitnya membuat saya salut sama anak ini...saya tau dan selalu punya keyakinan dari awal bahwa anak ini pintar..dan ternyata benar :)

Amazed yaa kadang..saya sendiri pun amazed dengan saya yang bertindak kadang diluar apa yang disebut "seharusnya" oleh sebuah teori atau apa yang "diharuskan" oleh sebuah sistem..

Anyway, menonton film ini, membaca buku tentang therapis yang membutuhkan therapis lainnya, membuat saya sedikit lega dan merasa tidak aneh jika saya pun saat ini masih dalam proses healing..saya sebagai konselor pun punya masalah dengan diri saya sendiri yang masih harus diselesaikan..dan menonton film ini membuat saya merasa seperti menjadi manusia :) saya merasa tidak harus sempurna untuk menjadi seorang konselor..bahkan saya merasa saya tidak harus menjadi sempurna sebagai seorang Enda..

Everyone is fighting their own battles

Dulu setelah saya melalui segudang konseling, terapi kelompok, dan berbagai analisa melalui tes yang ada, saya pikir saya tau dan sudah bisa membereskan luka saya..saya pikir saya sudah selesai dengan diri saya...
Betapa naif-nya saya berpikir seperti itu..
Betapa naif-nya saya berpikir bahwa menyembuhkan luka terjadi secepat itu..walaupun saat itu pun hampir 4 tahun berjuang dengan diri sendiri..
Sampai trigger itu kembali muncul..
Disitulah saya tau saya belum sepenuhnya sembuh..

Inget quote diatas tadi?
Dia bilang, ada 1 kondisi untuk mencapai yang namanya sembuh total..bahwa jangan kita paksa untuk menghapus luka itu dan menganggap udah selesai..it's not work..

Menyadari bahwa saya masih dalam state terus mengenal diri membuat saya kembali aware dan makin berani melihat diri saya secara jujur..
2015 awal dimana saya mulai sedikit berani menunjukkan luka saya..dulu saya sama sekali ga mau dianggap lemah dengan menunjukkan saya punya cacat cela..boro-boro..hahhaa..tapi di tahun itu, saya mulai berani menunjukkan bahwa hey, saya ga perfect loh..
Iya, saya punya trauma yang mungkin membekas dan berdampak secara psikologis ke dalam diri saya..
Namun saya tidak akan menyalahkan siapa pun :) kalau dulu saya selalu menyalahkan orangtua saya, saat ini saya melihat bahwa diri saya bertanggungjawab penuh terhadap diri saya yang sekarang..jadi semuanya tergantung saya..dan menyalahkan orang lain itu akan membuat saya ga kemana-mana..

Struggle dengan isu dalam diri dialami semua orang dan mungkin hanya sedikit orang yang mengakuinya..
Ada yang menutupinya dengan pekerjaan bagus
Ada yang menutupinya dengan kerohanian yang bagus
Ada yang menutupinya dengan kekayaan yang melimpah

It's ok...masing-masing orang punya caranya sendiri menghadapi luka..
Namun, yang disebut pemberani dan kuat adalah orang-orang yang berani menghadapinya..

Sampai kapan?
Saya ga tau sampai kapan :)
Mungkin seumur hidup? Hehehe..
Tapi saya ingat kata-kata yang saya ucapkan minggu lalu kepada klien saya, "Apa yang kamu lakukan itu pencapaian loh..kamu harus bangga dengan diri kamu sendiri, kamu berhasil ngomong ke mama kamu dan mengeluarkan perasaanmua yang sebenarnya..perubahaan itu ga selalu ekstrem, tapi lihatlah sebagai batu-batu kecil tempat pijakan di depanmu..at least, kamu sudah maju 1 langkah lagi.."

Kata-kata ini sekaligus buat saya secara pribadi..
Little by little..
Day by day..
Through patience and repeated effort..
It will getting better..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hal-Hal Yang Gw Harap Gw Paham Ketika Masih Muda

Say Hello to Your Inner Child

Toxic Positivity